Sekolah Rakyat Harus Jadi Pendorong Perbaikan, Bukan Pemicu Kecemburuan

18-07-2025 / KOMISI VIII
Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya saat kunjungan ke Sekolah Rakyat Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso, Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (16/07/2025). Foto: Ulfi/vel

PARLEMENTARIA, Surakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya menyoroti munculnya kecemburuan sosial dari masyarakat terhadap hadirnya Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial. Ia menyampaikan bahwa banyak masyarakat yang mempertanyakan keadilan dalam pemerataan kualitas pendidikan.

 

“Ketika saya menyampaikan informasi tentang Sekolah Rakyat ke masyarakat, 70 persen tanggapannya justru bernada kecemburuan. Mereka mempertanyakan, ‘Bagaimana dengan sekolah negeri kami?’ Bahkan ada yang menyebut kursinya rusak, atapnya hampir roboh, dindingnya pun bukan dari tembok,” ujar Atalia Praratya, kepada Parlementaria usai kunjungan ke Sekolah Rakyat Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso, Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (16/07/2025).

 

Namun, menurut Atalia, hal ini tidak seharusnya menjadi alasan untuk menurunkan standar Sekolah Rakyat, melainkan menjadi pemicu perbaikan sistemik di sektor pendidikan nasional.

 

“Ini bukan alasan untuk mundur ke belakang. Bukan berarti Kemensos menurunkan kualitasnya, justru sekolah negeri yang harus berbenah. Ini menjadi tantangan bagi Kemendikbud, karena sekarang mereka punya ‘pesaing’ dalam hal kualitas layanan pendidikan,” jelasnya.

 

Atalia menekankan bahwa program Sekolah Rakyat adalah proyek strategis nasional pertama yang secara langsung menargetkan pemutusan rantai kemiskinan melalui jalur pendidikan.

 

“Ini adalah proyek pertama di Indonesia yang fokus pada bagaimana memutus rantai kemiskinan. Dan saya kira niat baik ini tidak boleh disia-siakan. Harus dijaga, dikawal, dan ditingkatkan agar betul-betul memberi dampak pada perekonomian keluarga peserta didik,” ungkapnya.

 

Lebih jauh, Atalia meminta agar tidak ada labelisasi negatif terhadap anak-anak Sekolah Rakyat. Ia menolak keras bila peserta didik dilekatkan dengan identitas sebagai "anak miskin" atau "korban kemiskinan ekstrem".

 

“Anak-anak ini tidak boleh diberikan cap seperti itu. Mereka bukan anak miskin, mereka adalah anak hebat, anak kuat, dan anak tangguh. Mereka harus bangga sebagai lulusan Sekolah Rakyat, punya kepercayaan diri, dan mampu hadir di tengah masyarakat sebagai panutan,” tegasnya.

 

Kami juga, berharap Sekolah Rakyat akan melahirkan generasi baru yang berdaya, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga menjadi motor perubahan di lingkungan sekitarnya. (upi/rdn).

BERITA TERKAIT
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...
Komisi VIII Dukung Pendidikan Gratis bagi Warga Miskin Ekstrem
27-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya dalam mendukung program Sekolah Rakyat sebagai bagian dari upaya menghadirkan pendidikan...